Halaman

Senin, 30 Mei 2011

QADHIATU AT-TAKFIR WAT TADZLIL


(BATAS-BATAS PENGAFIRAN DAN PENYESATAN)
Oleh: Sulhan Habib
        I.            Pendahuluan
Penyesatan antar kelompok dalam lingkup intern agama adalah fenomena yang terjadi pada setiap umat beragama. Kelompok yang mengaku sebagai ortodok selalu mengklaim bahwa dirinya adalah aliran yang benar dan sesuai dengan doktrin ajaran yang diturunkan pertama kali. Kelompok heterodok yang mencoba mentakwil dan mengkontekstualisasikan dogma-dogma ajaran agama selalu menjadi obyek penyesatan. 
Kebebasan berpikir dan melakukan praktek ritual ibadah dalam agama memang sangat dibatasi supaya untuk menjaga kemurnian ajaran dari sesatnya bid’ah.
Di dalam agama Islam penyesatan antar kelompok sudah terjadi pada zaman klasik. Sikap ekstrem dalam pengkafiran tidak hanya pada lintas madzab, tetapi juga terjadi dalam lingkup satu aliran madzab. Para ulama mutakallimin ahli sunnah telah membuat batasan-batasan sendiri  tentang masalah pengkafiran. Orang yang tidak mengenal ilmu kalam sebagaimana pengetahuan mereka adalah termasuk kafir. Pada lintas madzab, al-Asy’ari mengafirkan mu’tazilah dan dianggap telah mendustakan ajaran Rasul karena pendapatnya yang mengatakan kewenangan melihat Dzat Allah di akhirat. Mu’tazilah juga mengafirkan al-Asy’ari yang telah menetapkan sifat-sifat pada Allah dan hal ini adalah upaya yang melebihi dan mendustakan pendapat  terdahulu dari ajaran Rasul.[1] Pemahaman dangkal terhadap syariat dan terlalu fanatik terhadap pendapat kelompok adalah faktor utama yang menyebabkan tindakan pengkafiran. Hal ini adalah salah satu penyebab tertinggalnya umat Islam dalam peradaban dan ilmu pengetahuan dibanding umat lain. Karena umat Islam masih berkutak pada persilisihan intern yang sebenarnya tidak berguna dan bisa di cari jalan keluar.
Berangkat dari fenomena diatas penulis tertarik untuk membahas hal yang berkaitan dengan penyesatan dan pengkafiran. Supaya pembahasanya tidak melebar, maka rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai berikut”
1.      Apakah pengertian kafir dan sesat menurut al-Quran?
2.      Apakah batasan kafir dalam Islam dan bagaimana kriteria kelompok atau individu bisa dikatakan kafir dan sesat?
3.      Siapakah yang berhak menghukumi kafir dan sesat, serta apa hukuman bagi orang yang telah dipastikan kafir?
4.      Apa pendapat penulis tentang sesat penyesatan yang terjadi di Indonesia dan bagaimana solusinya?
Pembahasan dari rumusan di atas sangat urgen untuk diketahui oleh para mahasiswa khususnya, dan mayarakat umat Islam pada umumnya untuk menumbuhkan sikap toleran antar aliran madzab dalam Islam dan menciptakan kesadaran untuk tidak mudah melakukan tindakan pengkafiran terhadap orang lain yang sesama muslim.
      II.            Pengertian Kafir dan Sesat Menurut al-Quran
a.      Pengertian Kafir
Dalam al-Quran term kufur sejauh pengetahuan penulis mencakup dua arti, pertama  kufur kepada nikmat yaitu tidak mensyukuri atas nikmat yang telah diberikan Allah kepada hambanya. Makna ini mencakup pada setiap manusia baik yang beragama Islam atau non Islam. Dalam surat al-naml ayat 40 Allah  telah berfirman
 وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ
Barang siapa yang telah bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur pada dirinya sendiri, dan barang siapa yang mengkufuri nikmat, maka sesungguhnya Tuhanku adalah maha kaya lagi maha pemurah.
Arti kedua berkonotasi pada kufur kepada Allah, lawan dari iman yaitu tidak percaya kepada Allah, dan Rasul-Nya, serta tidak mengakui dengan syariat yang telah diturunka-Nya. Tidak hanya sebatas itu, orang-orang yang masuk pada golongan ini juga meragukan tentang hari kebangkitan. Menurut mereka hari kebangkitan adalah suatu yang tidak masuk akal dan bertentangan pada sesuatu yang telah menjadi keyakinan mereka. Allah dalam surat an-nisa’ ayat 149-150 berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا . أُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا
Sesungguhnya orang-orang yang tidak mempercayai kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka menghendaki untuk memisahkan antara Allah dan Rasul-Nya, seraya mereka mengatakan kami beriman pada sebagian, dan mengingkari sebagian yang lain dan menghendaki untuk menjadikan diantaranya jalan tersendiri. Mereka sedemikian tadi adalah orang-orang kafir yang nyata.
Dalam surat al-an’am  ayat 29 Allah juga berfirman:
وَقَالُوا إِنْ هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا وَمَا نَحْنُ بِمَبْعُوثِينَ
Dan mereka (orang-orang kafir) mengatakan “hidup hanyalah kehidupan kita di dunia dan kita tidak akan dibangkitkan”.
b.      Pengertian Sesat
Istilah sesat dalam padanan bahasa arab berasal dari kata (   ضللا- ضل).  Dalam kitab mu’jam al-alfadz wal a’lamil Quran, term dhalla mempunyai arti jauh atau melenceng dari jalan yang haq dan benar, kebalikan dari kata hudan (petunjuk)[2]. Menurut sepengetahuan penulis, dalam al-Quran istilah sesat digunakan untuk umum bagi orang yang telah keluar dari jalan syariat dan melenceng dari jalan kebenaran. Mereka mencakup pada beberapa golongan:
1.     Orang-orang musyrik.
وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
Barang siapa yang menyekutukan Allah, maka dia sungguh tersesat dalam kesesatan yang jauh.(al-nisa’ 116)
2.      Orang-orang yang berbuat dhalim.
وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ
Allah telah menyesatkan orang-orang yang berbuat dhalim, dan Allah telah berbuat apa yang Dia kehendaki.(Ibrahim 27)
3.      Orang-orang yang berbuat maksiat.
وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
Barang siapa yang bermaksiat pada Allah dan Rasul-Nya, maka dia sungguh tersesat dalam kesesatan yang nyata.(al-ahzab 36)
4.      Orang-orang munafik.
فَمَا لَكُمْ فِي الْمُنَافِقِينَ فِئَتَيْنِ وَاللَّهُ أَرْكَسَهُمْ بِمَا كَسَبُوا أَتُرِيدُونَ أَنْ تَهْدُوا مَنْ أَضَلَّ اللَّهُ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلًا
Maka mengapa kamu terpecah menjadi dua golongan dalam menghadapi orang-orang munafik, padahal Allah telah mengembalikan mereka (kepada kekafiran), disebabkan usaha mereka sendiri. Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang yang dibiarkan sesat oleh Allah? barang siapa yang dibiarkan sesat oleh Allah, kamu tidak akan mendapatkan jalan (member petunjuk) baginya. (al-nisa’ 88)
5.     Orang-orang yang mengikuti hawa nafsu.
فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Maka jika mereka tidak menjawab tantanganmu, maka ketahuilah bahwa mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka. Dan siapa yang lebih sesat dari pada orang yang mengikuti hawa nafsu tanpa mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun? Sungguh Allah tidak member etunjuk kepada orang-orang yang dhalim. (al-Qashas 50)
Dari uraian di atas maka bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa makna sesat dalam al-Quran mempunyai pengetian yang lebih umum. Istilah sesat memuat pada pengertian keluar dari jalan ketentuan syariat, baik pelanggaran itu sampai menjadikanya keluar dari agama Islam atau hanya sampai pada tingkat orang yang bermaksiat dan tidak sampai tergolong kufur. Akan tetapi dalam pembahasan ini, yang dikehendaki adalah sesat dalam pengertian kufur dan keluar dari agama Islam.
    III.            Batasan Kafir dan Sesat Dalam Islam
Sering kali kita mendengar dari sebagian kelompok umat Islam yang sangat ekstrim mengklaim bahwa golongan lain yang tidak sependapat dengan sebutan kafir. Bahkan tidak sedikit dari mereka telah berani menghalalkan darah saudara sesama muslim yang masih melakukan sholat lima waktu dan terang-terangan mengucapkan lailahaillallah. Sebagai umat Islam kita sangat dikecam untuk mudah mengklaim orang lain yang sesama muslim dengan nama kafir. Rasulullah telah bersabda :
 إذا قال الرجل لأخيه يا كافر فقد باء به أحدهما
Barang siapa yang berkata kepada saudaranya “wahai kafir”  maka celakalah salah satu dari orang tersebut.
Hadits di atas secara implisit menjelaskan bahwa apabila seseorang menuduh saudara sesama muslim dengan kafir, maka jika hal tersebut memang benar keadaanya maka menjadi jelas, akan tetapi jika keadaanya tidak demikian maka yang menuduh sendiri akan menjadi kafir. Hal sedemikian mengindikasikan kepada umat Islam untuk supaya berhati-hati dalam menuduh orang lain telah keluar dari agama Islam, apalagi dia telah jelas-jelas mengucapkan dua kalimat syahadat. Rasul bersabda:
  من قال لا إله إلا الله وكفر بما يعبد من دون الله حرم ماله ودمه وحسابه على الله
Barang siapa yang mengucapkan “Lailahaillallah” da dia ingkar terhadap sesuatu yang disembah selain Allah, maka harta dan darahnya adalah haram (untuk dialirkan), sedangkan hisabnya diserahkan pada Allah.
Dalam hadits lain juga disebutkan
أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله ويقيموا الصلاة ويؤتوا الزكاة فإذا فعلوا عصموا منى دماءهم وأموالهم إلا بحقها وحسابهم على الله
Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, dan sesunguhnya Muhamad adalah utusan Allah, dan mereka mendirikan shalat, membayar zakat, jika mereka melakukan demikian maka darah dan harta mereka telah terlindungi kecuali dengan haknya, sedangkan hisabnya diserahkan pada Allah.
Suatu hal yang pasti dan menjadi dalil qat’i bahwa dengan mengucapkan “lailahillallah” darah seseorang akan terjaga. Tidak ada suatu dalil yang qat’I mengatakan bahwa jika seseorang punya pendapat yang kontroversi dengan jalan pentakwilan nas tergolong kafir. Dari sini telah terbukti bahwa sikap ekstrim dengan mudah mengafirkan seseorang adalah tindakan yang tidak dibenarkan, pertama karena dia telah menutup rahmat Allah yang diberikan kepada setiap hambanya yang mukmin. Kedua tindakan tersebut adalah terlalu ceroboh dan akan menjadi bomerang bagi orang yang mudah mengafirkan umat yang seagama.
Untuk lebih jelasnya, dari beberapa ayat dan hadits diatas kita bisa membuat standar dan ukuran seseorang bisa dikategorikan telah sesat dalam arti keluar dari agama Islam,
1.      Mengatakan dengan terang-terangan dan jelas bahwa dia telah keluar dari agama Islam.
وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Barang siapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat dan mereka tiulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
2.      Mempercayai adanya Tuhan selain Allah.
3.      Tidak mempercayai bahwa Muhamad adalah utusan Allah.
4.      Tidak mengakui dan mengingkari syariat Allah (al-Quran dan Hadits )
5.      Mengingkari sebagian syariat Allah yang qat’i, seperti melakukan zina dengan keyakinan bahwa zina tidak diharamkan dalam Islam.
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا . أُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا
Sesungguhnya orang-orang yang tidak mempercayai kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka menghendaki untuk memisahkan antara Allah dan Rasul-Nya, seraya mereka mengatakan kami beriman pada sebagian, dan mengingkari sebagian yang lain dan menghendaki untuk menjadikan diantaranya jalan tersendiri. Mereka sedemikian tadi adalah orang-orang kafir yang nyata.

6.      Tidak mempercayai tentang adanya hari kebangkitan.
وَقَالُوا إِنْ هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا وَمَا نَحْنُ بِمَبْعُوثِينَ
Dan mereka (orang-orang kafir) mengatakan “hidup hanyalah kehidupan kita di dunia dan kita tidak akan dibangkitkan”.
   IV.            Seseorang yang Berhak Menghukumi Kesesatan dan Hukuman yang akan diperoleh
Dalam menghukumi sesuatu dan status seseorang maka hal ini tidak lepas dengan salah satu disiplin ilmu di Islam yaitu fiqih. Karena fiqih adalah ilmu yang membahas tentang seluruh cakupan syariat baik yang berhubungan dengan ibadah (hubungan fertikal seorang hamba dengan Tuhanya), mua’malah (berinteraksi sosial), munakahah (pernikahan), dan jinayah  (kriminal) yang di dalamnya memuat hukum tentang kemurtadan. Seluruh cakupan kajian fiqih ini, tidak akan lepas membahas tentang permasalahan status hukum aktifitas  seseorang, diterima atau ditolak, haram atau halal, bersalah atau tidak, dan kafir atau muslim.  
Sebenarnya yang mengetahui sebuah kebenaran hukum itu hanya Allah, akan tetapi kita sebagai hambanya untuk memperoleh kebenaran bisa melalui sumber kebenaran yaitu ayat-ayat yang telah diturunkanya dalam bentuk al-Quran yang diperjelas oleh hadits-hadits Nabi. Hasil ramuan dari kedua sumber syariat tersebut yang berhubungan dengan hukum-hukum disistematiskan dalam kajian ilmu fiqih. Fiqih hanya akan membahas tentang dzhon (dugaan) dan hal yang tampak dari luar saja, sebagaimana diungkapkan dalam sebuah kaidah ilmu fiqih yang sangat familier
أن الاحكام تناط بالمظان والظواهر لا على القطع واطلاع السرائر.
Hukum-hukum itu tergantung pada dugaan dan pernyataan luar, tidak atas hal yang qat’i (pasti) dan penampakan rahasia.[3]
Dalam menghukumi status seseorang, apakah dia termasuk kafir atau mukmin fiqih hanya akan membahas sesuatu yang nampak dari luar saja. Sehingga pada masa dahulu saat dalam peperangan dan pasukan muslim telah mengalami kemenangan, bila menemui orang kafir akan tetapi dia berkenan mengucapkan dua kalimat syahadat maka dia tidak boleh dibunuh, karena secara kenampakan dari luar dia adalah muslim yang wajib dijaga darahnya.
Bahkan para ulama sangat mengecam pada seseorang yang mudah mengafirkan orang lain, Muhamad Abduh mengatakan :
أنه اذا صدر عن انسان قول يحتمل الكفر من مائة وجه, ويحتمل الايمان من وجه واحد, وجب حمله علي الايمان"
Bahwasanya jika seseorang mengeluarkan kata-kata yang memuat kepada seratus kekufuran, dan hanya memuat satu iman, maka wajib menginterpretasikanya pada iman.
Imam al-Ghazali dalam kitab faishalut Tafriqah bainal Islam waz Zindiqah juga mengatakan
"أنه لا يسرع الي التكفير الا الجهلة"
Bahwasanya hanya orang bodoh saja yang mudah mengafirkan.[4]
Ada dua teori yang menjadi dasar hukuman bagi orang murtad (telah keluar dari agama Islam):
1.      Wajib dibunuh sesudah ada peringatan untuk kembali pada Islam, yang pelaksanaanya dikhususkan bagi para penguasa, karena berdasarkan hadits
من بدل دينه فاقتلوه
Barang siapa yang menukar agamanya maka bunuhlah (HR. Bukhori)
لا يحل دم امرئ مسلم يشهد أن لا إله إلا الله وأني رسول الله إلا بإحدى ثلاث النفس بالنفس والثيب الزاني والمفارق لدينه التارك للجماعة
Tidak dihalalkan darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah, kecuali tiga golongan, seseorang yang telah membunuh jiwa, seseorang yang pernah nikah dan berbuat zina, orang keluar dari agamanya yang meninggalkan golongan.(HR.Bukhari)
2.      Tidak ada hukuman sama sekali. Teori ini berdasarkan pada firman Allah
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Tidak ada pemaksaan dalam agama Islam, sesungguhnya jelas perbedaan antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Maka barang siapa yang kufur kepada Taghut dan berima kepada Allah maka dia sungguh berpegang teguh pada tali yang kuat yang tidak akan putus, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.
Ayat ini menjelaskan tentang tidak diperkenankan memaksa non muslim untuk memeluk agama Islam. Akidah adalah masalah keyakinan di dalam hati pada seseorang yang tidak bisa dilihat dengan kasat mata. Pemaksaan dalam keyakinan tidak akan membuahkan hasil sama sekali, karena walaupun mereka tampak beragama Islam, akan tetapi hati mereka tidak akan berpaling pada sesuatu yang telah diyakini dan dianggap benar. Pemaksaan akidah hanya akan menimbulkan sifat nifak (berbohong) dalam iman. Apabila memaksa orang lain untuk masuk agama Islam saja hukumnya tidak boleh, maka memaksa orang muslim untuk tetap memeluk Islam juga tidak diperkenankan.[5]
3.      Pendapat Penulis
Dari kedua teori di atas, penulis lebih cenderung dan setuju pada teori yang kedua. Islam adalah agama rahmat bagi seluruh umat manusia dengan tidak menganggap segala ras dan suku. Kebebasan dalam memeluk agama pada setiap umat manusia sangat dihargai  dan ditolerir. Allah sudah menunjukan kebenaran syariat Islam lewat kitab suci al-Quran. Kebebasan memeluk agama yang telah diyakini telah diserahkan sepenuhnya kepada setiap individu. Dengan perbuatan dan pilihanya, manusia akan mempertanggungjawabkan semua amal dan perbuatanya di depan Allah nanti di hari kiamat. Sebagai umat Islam kita tidak diperbolehkan melakukan pemaksaan keyakinan kepada orang lain, lebih-lebih dengan jalan pembunuhan. Kita hanya diwajibkan untuk amar ma’ruf (mengajak kejalan yang benar) dengan cara yang halus dan berdialog untuk adu argument dengan baik-baik. Dalam al-Quran Allah berfirman:
فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُر
Maka barang siapa menghendaki, maka berimanlah, dan barang siapa menghendaki maka kufurlah.
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Ajaklah kejalan agama Tuhanmu dengan hikmah dan nasehat yang baik, dan berdiskusilah dengan sesuatu yang lebih baik, sesungguhnya Tuhanmu itu lebih mengerti dengan orang yang tersesat dari jalanya dan Dia lebih mengetahui terhadap orang-orang yang mendapat petunjuk.
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآَمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ
Jika Tuhanmu menghendaki maka orang yang di atas bumi akan beriman semuanya, apakah kamu tidak menyukai kepada manusia, sampai mereka semua beriman.
Sedangkan hadits yang menerangkan dan menyuruh untuk membunuh orang yang telah keluar dari Islam itu adalah dalam konteks peperangan. Pada masa Rasulullah orang Islam yang telah keluar dari Islam dan kembali pada agama jahiliyah, keberadaanya sama dengan orang kafir yaitu berusaha memusuhi Islam dan membahayakan pada eksistensi Islam. Hal ini terbukti bahwa dalam hukum dunia para fuqaha’, khususnya madzab Hanafi melarang untuk membunuh wanita dan anak kecil yang keduanya telah murtad. Mereka menganalogikan pada kasus peperangan yang terjadi pada zaman Rasul, bahwa para wanita dan anak-anak kecil dilarang untuk dibunuh. Karena kedua golongan ini dianggap sebagai kelompok yang tidak membahayakan. Rasul telah bersabda:
لَا تَقْتُلُوا امْرَأَةً وَلَا وَلَيَدًا
Janganlah kalian membunuh para wanita dan anak-anak.
     V.            Penyesatan yang terjadi di Indonesia
Berkembangnya agama Islam di Indonesia dengan pesat sangat berkaitan dengan corak Islam sufistik. Ciri sufistik ini yang menyebabkan Islam disambut hangat dan diintergrasikan ke dalam pola sosial, budaya, dan politik yang sudah ada. Tokoh yang sangat terkenal di masyarakat adalah para wali di Jawa. Mereka dengan kreatif memanfaatkan unsur lokal untuk menyebarkan ajaran Islam. Legenda dan mitos wali songo di Jawa adalah bukti nyata bagaimana proses islamisasi terjadi.[6]
Dalam perkembanganya ketika abad ke-18 telah terjadi reformasi Islam di Indonesia. Gerakan reformasi Islam ini pada mulanya bersifat moderat dan damai. Akan tetapi reformasi ini mulai mengalami pergeseran metode menjadi sebuah gerakan yang radikal. Pergeseran ini tampaknya tidak bisa dipisahkan dari pengaruh gerakan wahabiyah (1773-1813) di jazirah Arabia. Ajaran Wahabi berisi kepada seruan untuk kembali ke ajaran Islam murni, yang tidak bercampur dengan bid’ah, khurafat, dan tahayul.[7]
Gerakan inilah yang sangat mempengaruhi tindakan pengkafiran yang terjadi di Indonesia. Mereka sangat radikal dan secara tegas membuat garis batas yang membedakan antara orang yang beriman dan kafir. Masalah perbedaan  furuiyah (hukum cabang) madzab fiqih sudah diangap suatu hal yang fatal bahkan bisa di klaim sebagai seseorang yang darahnya halal dialirkan. Tindakan semacam ini sama persis pada kejadian yang terjadi pada zaman klasik, yaitu suatu kelompok menganggap dirinya paling benar dan mengatakan bahwa kelompok yang tidak sependapat denganya adalah golongan sesat.
Tindakan mudah sekali menganggap kafir kelompok lain yang berkembang di Indonesia adalah sebagian besar pengaruh dari eksternal dan bukan ciri khas Islam Indonesia. Gerakan pemurnian yang terjadi di Timur Tengah mempunyai peran besar dalam hal ini. Di satu sisi ada semacam campur tangan musuh Islam yang ingin memecah belah persatuan umat Islam dengan jalan mempertajam perbedaan. Walaupun demikian sesuatu yang sangat potensial sebagai penyebab terjadinya saling menyesatkan adalah pemahaman dangkal terhadap syariat dan terlalu fanatik terhadap pendapat kelompok.
Dengan memberi pemahaman yang benar terhadap syariat kepada kelompok yang ekstrim adalah jalan yang terbaik. Mereka harus memahami bahwa di zaman Rasul, Islam telah dipeluk oleh orang-orang bodoh yang tidak disibukan dengan mencari dalil tentang akidah. Memasukan mereka kejalur pendidikan yang lebih bersifat humanisme juga sangat dibutuhkan. Karena perpecahan dan perselisihan antar kelompok intern agama juga pernah terjadi pada umat Kristen dan Yahudi. Dengan berpendidikan, umat mereka semakin toleransi kepada perbedaan dan lebih menekankan pada persamaan.
   VI.            Penutup
Tindakan mudah mengangap kelompok lain sesat dan kafir adalah tindakan ceroboh dan tidak benar. Lebih-lebih ketika yang diklaim sebagai kafir jelas-jelas telah mengucapkan kalimat syahadat dan masih menghadap kiblat dan bersujud melakukan shalat. Karena dasar yang qat’I (pasti) adalah jika seseorang telah mengucapkan dua kalimat syahadat maka akan wajib terjaga darahnya.
Kesalahan kelompok ekstrim yang mudah menganggap sesat kelompok lain terletak pada beberapa point :
1.      Mereka telah menyempitkan rahmat Allah yang telah diberikan kepada setiap hambanya.
2.      Jika pernyataan tersebut tidak benar maka akan menjadi boomerang pada dirinya sendiri.
3.      Mereka harus memahami bahwa di zaman Rasul Islam telah dipeluk oleh orang-orang bodoh.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Qardawi, Yusuf, 1997, “PRO KONTRA AL-GHAZALI”, Surabaya; Risalah Gusti, hlm 68-70, terjemahan Indonesia
Ibrahim, Muhamad Ismail, 1998, “MU’JAM AL ALFADZ WAL A’LAM AL QURANIYAH”, Kairo; Beirut,
I’marah, Muhamad, 1996, “AT TAFSIR AL MARKISI LIL ISLAM”, Kairo; Darus Syuruk,
Syahid, Ahmad DKK, “ENSIKLOPEDI TEMATIS DUNIA ISLAM ASIA TENGGARA”, Jakarta, PT Ichtiar Baru Van Houve,


[1] Yusuf al-Qardawi, 1997, “PRO KONTRA AL-GHAZALI”, Surabaya; Risalah Gusti, hlm 68-70, terjemahan Indonesia
[2] Muhamad Ismail Ibrahim, 1998, “MU’JAM AL ALFADZ WAL A’LAM AL QURANIYAH”, Kairo; Beirut, hlm 305
[3] Muhamad I’marah, 1996, “AT TAFSIR AL MARKISI LIL ISLAM”, Kairo; Darus Syuruk, hlm 17
[4] Ibid, hlm 18
[5] Ibid
[6] Ahmad Syahid, “ENSIKLOPEDI TEMATIS DUNIA ISLAM ASIA TENGGARA”, Jakarta, PT Ichtiar Baru Van Houve, hlm 33
[7] Ibid, hlm: 186

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Sulhan Habib adalah mutakharrij pondok APIS Blitar dan sekarang sedang menempuh S1 di STAI Ma'had Aly Al-Hikam Malang.