Halaman

Jumat, 12 Agustus 2011

MEMAKSIMALKAN BAHSUL MASAIL DENGAN DESAIN TEKNOLOGI PENDIDIKAN


        I.            Problem Dalam Metode Bahsul Masail
Bahtsul masail adalah salah satu metode pembelajaran yang sangat familier di kalangan pondok pesantren salaf. Hampir seluruh pondok pesantren salaf di Indonesia menerapkan metode pembelajaran ini dalam sistem pengajaran materi fiqih. Cuma dalam pelaksanaanya terkadang dilakukan dalam satu minggu sekali, karena selain untuk membuat soal dan tema yang akan dibahas juga untuk persiapan para santri dalam merumuskan jawaban.

Pada awal mulanya bahtsul masail merupakan tradisi dan metode para kiyai di Indonesia terutama dari kalangan Nahdliyin dalam menjawab problematika yang dihadapi umat khususnya pada bidang fiqih. Mereka berkumpul dan berdiskusi untuk menemukan jawaban yang tepat menurut syariat serta relevan dengan kondisi masyarakat. Setelah mengalami perkembangan kemudian metode ini digunakan dalam pembelajaran fiqih oleh para kiyai di pondok. Diharapkan bahsul masail bisa dijadikan sebagai ajang penempaan intelektual para santri, pemupukan jiwa kritis, dan inofatif terhadap berbagai disiplin ilmu agama, lebih khusus lagi fiqih. [1]
Dalam tataran teoritis pembelajaran fiqih dengan metode bahsul masail sangat efektif untuk meningkatkan intelektual santri dalam bidang fiqih. Metode ini menekankan pada perolehan pengetahuan yang banyak dan mendalam tapi di suatu cakupan tema yang sempit. Dalam pembelajaran peserta didik akan sangat cakap dan menguasai secara mendasar karena harus menjawab dari soal yang sudah ditentukan. [2]
Akan tetapi pada praktisnya, pembelajaran fiqih dengan metode bahsul masail juga tidak sedikit mengalami problem yang perlu diperhatikan dan dicarikan solusinya. Harapan dari adanya keaktifan yang menyeluruh pada para peserta didik ternyata masih kurang maksimal, mayoritas dari peserta bersikap pasif serta tidak ikut berperan dalam berdiskusi dan mengutarakan pendapat. Kondisi yang seperti ini membuat kesenjangan perkembangan keilmuan yang diperoleh antar santri dalam kelas sangat jauh. Santri yang rajin dalam mencari rumusan jawaban akan lebih mendominasi dalam forum diskusi sedangkan yang lainya cuma mendengarkan bahkan tidak mengikuti jalanya diskusi.
Di sisi lain soal yang dibahas sebagai  materi pembelajaran tidak mengacu pada kebutuhan para peserta didik. Materi yang disuguhkan kebanyakan berangkat dari realitas problematika yang dihadapi oleh masyarakat atau kalangan tertentu dan mengesampingkan hal-hal yang ada relevansinya dengan basic keilmuan yang sudah dikuasai siswa. Materi pembelajaran baru seharusnya ada relevansi dengan pengetahuan lama yang sudah dikuasai peserta didik dan menjadi pendukung dalam membentuk sebuah bangunan keilmuan. 
Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pembelajaran bahsul masail tidak terkonsep dengan baik dan berjalan dengan natural tanpa didasari pada perencanaan yang pasti. Pencapaian kompetensi yang memuat tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan, psikomotorik tidak dirumuskan terlebih dahulu, bahkan dalam akhir pertemuan tidak diadakan evaluasi guna mengukur hasil dari pemahaman dan perolehan peserta didik dalam proses belajar mengajar.
Berangkat dari fenomena yang telah terjadi dalam tradisi pembelajaran bahsul masail ini, penulis sangat tertarik untuk mencoba mencarikan solusi terbaik. Proses diagnosis masalah ini adalah hasil dari pengalaman penulis ketika mengenyam pendidikan keagamaan di pondok salaf APIS Sanan Gondang. Kiranya hasil dari analisis penelitian ini akan berguna untuk memperbaiki proses belajar mengajar dengan menggunakan metode bahsul masail di pondok APIS khususnya dan seluruh pondok pesantren salaf pada umumnya.
      II.            Prior Research Teknologi Pendidikan
Bahsul masail adalah salah satu metode pembelajaran yang menginginkan keefektifan dalam proses belajar-mengajar. Hasil pembelajaran yang dicapai dari metode ini diharapkan sangat memuaskan dan sesuai dengan harapan yaitu penguasaan pada materi yang diajarkan. Keikutsertaan dan keaktifan para peserta didik dalam proses pembelajaran sangat diharapkan supaya proses tranformasi pengetahuan terjadi dengan menyenangkan dan tidak menjenuhkan. Para peserta didik di ajari untuk belajar sendiri dan tidak tergantung pada ilmu yang diberikan dari guru. Mereka didorong untuk membangun dan mengembangkan keilmuan dalam diri mereka sendiri dengan mencari pengetahuan yang sebanyak-banyaknya. Kognitif sebagai ranah terpenting peserta didik dibimbing untuk selalu terbiasa berpikir kritis dan mandiri dalam memecahkan suatu masalah. Sehingga ketika sudah terjun dimasyarakat mereka mampu mengimplementasikan pengetahuan mereka dan dapat memberikan solusi yang terbaik dalam menghadapi masalah.
Untuk merealisasikan sebuah kondisi pembelajaran yang ideal dalam bahsul masail sangat dibutuhkan suatu strategi dan perencanaan yang teruji secara empiris. Teknologi pendidikan dalam membantu proses pembelajaran yang efektif dan efisien sangat mempunyai peran sentral. Dalam hal ini teknologi pendidikan akan sangat berperan pada ruang lingkup teknik pembelajaran, desain pembelajaran. Kedua ruang lingkup tersebut harus dimaksimalkan agar tercipta suatu pembelajaran yang berbasis teknologi sehingga dapat tercapai tujuan dan hasil yang memuaskan.
    III.            Theoretical Framework
Metode pembelajaran bahsul masail banyak mempunyai titik kesamaan dengan Problem Basic Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah). Proses keduanya melewati langkah-langkah dengan merumuskan masalah, menganalisis, dan memecahkan masalah. Hanya saja langkah-langkah dalam proses bahsul masail kurang tersistematis dan tidak ditentukan dengan batas-batas yang pasti. Ketika pada tahap pemecahan para santri biasanya hanya asal mencarikan jawaban dengan tidak menggunakan metode pendeketan berpikir baik deduktif dan induktif.
Oleh sebab itu kiranya dalam pelaksanaan bahsul masail sebaiknya dilakukan dengan menerapkan desain pembelajaran Problem Basic Learning yang prosesnya lebih dilaksanakan dengan sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir secara ilmiah melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian didasarkan atas data dan fakta yang jelas.[3]
NO
Langkah-langkah
Bahsul Masail
Problem Basic Learning
1
Penentuan tema
Kebutuhan masyarakat
Familiar serta sesuai kebutuhan siswa, dan masyarakat.
2
Keaktifan
Individualis
Komunikasi kelompok.
3
Proses
Natural
Sistematis dan empiris.
4
Pemecahan masalah
Tidak ada pemetaan
Deduktif dan induktif.

Dalam pemecahan masalah sebaiknya santri menggunakan langkah-langkah metode pemecahan masalah (problem solving) yang sudah diterapkan oleh para ahli pendidikan yaitu:[4]
1.      Merumuskan masalah, yaitu peserta didik menentukan masalah yang akan dipecahkan.
2.      Menganalisis masalah dengan meninjau masalah dari secara kritis dari berbagai segi sudut pandang.
3.      Merumuskan hipotesis yaitu dengan merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan masalah sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
4.      Pengumpulan data, yaitu langkah peserta didik mencari dan mendiskripsikan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
5.      Pengujian hipotesis, yaitu langkah peserta didik mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
6.      Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
Ketidakaktifan mayoritas peserta bahsul masail dalam proses pembelajaran disebabkan karena mereka tidak memiliki minat terhadap materi. Mereka juga memiliki kepercayaan bahwa yang dipelajari itu sulit dipecahkan, maka mereka enggan untuk mencoba[5]. Dalam permasalahan ini guru harus membimbing dan menuntun para peserta didik untuk memecahkan masalah. Guru juga diharapkan sering memberi motifasi kepada peserta didik bahwa materi yang dipelajari itu sangat mudah untuk dipecahkan.
Materi dan pokok bahasan juga sangat mempengaruhi pada minat peserta didik untuk aktif dalam proses pembelajaran. Ketidak aktifan mereka dalam diskusi disebabkan tidak menariknya pokok bahasan yang dibahas. Oleh sebab itu dalam menentukan materi sebaiknya mengambil langkah-langkah dibawah ini:
a.      Bahan pelajaran harus mengandung isu konflik (conflict issue) yang bisa bersumber dari berita, rekaman, internet, dan lain-lain.
b.      Bahan yang dipilih adalah hal yang sudah familiar bagi peserta didik, sehingga dari setiap peserta didik mampu mengikutinya dengan baik.
c.       Bahan yang dipilih berhubungan dengan kepentingan orang banyak sehingga terasa manfaatnya.
d.      Bahan yang dipilih harus mendukung tujuan pembelajaran, kompetensi yang dimiliki siswa, dan kurikulum yang berlaku.
e.      Bahan yag dipilih sesuai dengan minat peserta didik, sehingga peserta didik merasa perlu untuk mengikutinya.
DAFTAR PUSTAKA
Sanjaya, Wina. 2006. STRATEGI PEMBELAJARAN BERORIENTASI STANDAR PROSES PENDIDIKAN. Jakarta. Prenada Media Group.


[1] Diambil dari pengajian Bapak K.H. Ardani dalam memberi sambutan disalah satu acara bahtsul masail.
[2] Hasil penelitian di pondok Apis Blitar
[3] Wina Sanjaya. 2006. STRATEGI PEMBELAJARAN BERORIENTASI STANDAR PROSES PENDIDIKAN. Jakarta. Prenada Media Group. Hlm 214
[4] Ibid
[5] Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Sulhan Habib adalah mutakharrij pondok APIS Blitar dan sekarang sedang menempuh S1 di STAI Ma'had Aly Al-Hikam Malang.